Herd Immunity: Pengertian, Mekanisme dan Model Matematis

Jurnal Kesehatan AdeHeryana Vol.1 No.14

Tujuan program vaksinasi COVID-19 sebagaimana yang didengungkan para pengambil keputusan di bidang kesehatan adalah membentuk kekebalan pada suatu komunitas/populasi/kelompok masyarakat atau dikenal dengan Herd Immunity (HI). Di Indonesia target HI yang dicanangkan adalah 70% sesuai dengan karakteristik penyebaran COVID-19. Suatu kegiatan imunisasi setidaknya memiliki 3 manfaat yakni mencegah penularan penyakit, mengurangi risiko penyakit dalam grup, dan menunjang terjadinya herd immunity. Lalu apakah sebenarnya yang dimaksud dengan HI? Bagaimana mekanisme HI membendung wabah penyakit? Bagaimana kita dapat menentukan bahwa HI pada suatu populasi telah mencapai 70% misalnya? Artikel yang awalnya dibuat penulis pada tahun 2015 ini dan direproduksi kembali tahun 2021 sehubungan dengan masalah penularan COVID-19 sejak awal tahun 2020 bertujuan untuk menjawab ketiga pertanyaan di atas. Beberapa literatur penulis tambahkan untuk memperdalam konsep.

Silakan download materi pada link berikut:

Gambar 1. Mekanisme Herd Immunity

Naik Motor Aman Covid-19

Jurnal Kesehatan AdeHeryana Vol.1 No.5 2021

Anda tiap hari harus naik motor? Sudah seminggu ini saya harus bolak balik ke kantor karena tugas baru dan termasuk kategori perusahaan yang tidak wajib Work From Home (WFH). Sebelumnya sejak Maret-September menjalani WFH. Ada rasa ketakutan awalnya, tapi akhirnya pasrah karena tugas sekarang untuk kepentingan penanggulangan Covid-19 juga. Hitung-hitung jihad mungkin ya, wallahua’alaam.

Tapi pasrah tidak cukup katanya. Manusia diberi otak dan pikiran oleh Tuhan untuk berusaha survive atau bertahan hidup. Seminggu ini saya coba pikirkan protokol kesehatan yang aman atau terhindar dari penularan Covid-19 khusus bagi pengendara motor yang bepergian ke zona merah. Saya coba rumuskan dalam blog ini semoga bermanfaat.

Apa yang harus dimiliki atau disiapkan?

Sebelum pandemi covid-19, para biker yang peduli safety umumnya sudah dilengkapi asesoris yang aman (minimal: helm, sarung tangan, sepatu, jaket). Nah saran saya selama pandemi ini biasain pakai empat asesoris itu. Terus apa lagi tambahannya?
– Helm sebaiknya dilengkapi dengan cover/sarung helm dan selalu dibersihkan dengan alkohol
– Sarung tangan sebaiknya terbuat dari kulit supaya mudah dibersihkan dengan alkohol setelah bepergian. Ada juga biker yang tidak biasa pakai sarung tangan, dan sebaiknya segera mencuci tangan dengan sabun setelah naik motor.
– Sepatu sebaiknya yang tertutup hingga mata kaki. Perhatikan juga kebersihan kaus kaki.
– Jaket sebaiknya yang tertutup hingga leher dan ujung pergelangan tangan. Hindari hanya menggunakan rompi.
– Masker (sudah pasti dan wajib). Tapi inget maskernya jangan yang tipis atau buff atau scuba. Cari yang dobel kainnya. Kalau mau lebih aman pakai masker bedah.
– Sabun cair. Protokol utama mencegah covid-19 selain pakai masker adalah cuci tangan pakai sabun. Jadi gak ada salahnya sedia sabun cair, biarpun di kantor sudah ada.
– Hand sanitizier. Sebenarnya pemakaian hand sanitizer nggak wajib kalau kita sudah cuci tangan. HS dipakai dalam kondisi tidak ada sabun. Tidak perlu dobel2 pakai sabun + HS, karena mubazir.
– Air mineral 1 botol. Kalau saya sukanya beli di warung 1 botol air mineral, selain praktis tinggal buang, juga ngasih rejeki ke warung tetangga & pemulung. Kalau mau pakai tumbler juga boleh aja. Tapi hati2 pemakaian botol air mineral bekas. Kegunaan air mineral juga untuk cuci tangan kalau lokasi yang dituju tidak ada keran air. Tapi saat pandemi ini, pengamatan saya gampang cari fasilitas cuci tangan.
– Tas atau wadah lain. Mau gak mau selama pandemi ini, kemana2 harus bawa tas. Yang gak biasa mungkin agak aneh. Tapi kondisi seperti saat ini harus bawa. Termasuk pembungkus handphone terutama bagi bikers yang setiap saat harus memantau HP, seperti abang ojek online, kurir, dll.

Apa yang harus dilakukan sebelum berangkat?

– Pastikan semua asesoris di atas minimal ada dalam tas. Asesoris lainnya menyesuaikan saja sesuai kebutuhan, seperti obat2an, tisue/sapu tangan bersih, kantong plastik dll.
– Pastikan kebersihan helm, botol minum, masker (kalau masker bedah tiap 4 jam ganti, masker kain harus dalam keadaan bersih), sarung tangan (dianjurkan dari bahan kulit supaya mudah dibersihkan), kaus kaki dll

Selama perjalanan, harus bagaimana?

– Pastikan kaca helm selalu tertutup rapat dan masker selalu terpasang dengan baik.
– Setiap 30 menit atau 1 jam berhenti untuk sedikit menghirup udara di tempat yang jauh dari kerumunan orang. Tujuannya memastikan oksigen cukup terhirup oleh kita
– Jangan meludah sembarangan. Jika dirasa ingin membuang ludah, upayakan berhenti dan cari lokasi aman utk buang ludah seperti tempat sampah.
– Tetap jaga kecepatan pada posisi yang aman. Kecelakaan lalu lintas berpotensi menularkan Covid-19, kenapa? Jika terjadi kecelakaan umumnya mengundang kerumunan sehingga jarak antar orang akan dekat. Apalagi jika ada yang tidak pakai masker. Lalu bagi pengendara yang luka2 terpaksa dibawa ke IGD rumah sakit yang potensi penularannya lebih tinggi. Jadi santai aja bro sis. Kan selama PSBB jalanan agak sepi koq.
– Pas lampu merah kalau bisa sedikit jaga jarak dengan bikers lain dalam posisi bersebelahan (bukan depan atau belakang).
– Sebaiknya melepas perhiasan/jam tangan yang berpotensi ditempeli virus Covid-19 selama dalam perjalanan. Kalau lupa, segera bersihkan ketika sudah sampai di rumah/kantor.

Ketika sampai kantor/tujuan, gimana sebaiknya?

– Sebaiknya jangan membawa benda2 yang kotor ke dalam ruangan kantor, seperti helm, jaket, sarung tangan. Ketiganya bisa memanfaatkan penitipan. Bagaimana kalau tidak ada penitipan? Helm sebaiknya ditutup dengan cover atau sarung helm, atau dibersihkan dulu dengan alkohol/hand sanitizer. Jaket dan sarung tangan juga sebaiknya dimasukkan dalam tas atau wadah plastik. Ketika barang-barang ini dibawa ke dalam ruangan dalam kondisi terbuka, maka kemungkinan terjadi kontaminasi Covid akan lebih besar, apalagi jika dibawa ke ruangan tertutup dan ber AC.
– Segera lakukan cuci tangan dengan air mengalir dan sabun. Jika tidak ada air, maka gunakan Hand Sanitizer. Jika memungkinkan cuci muka (tetapi dalam kondisi tangan bersih).
– Tetap gunakan masker ketika masuk gedung dan selama di dalam gedung. Sesekali membuka masker utk asupan oksigen, namun langsung dipakai lagi.
– Selama bekerja di dalam kantor tiap 1 jam sempatkan ke luar gedung untuk menghirup udara, minum air putih, berjemur tiap jam 9-10 pagi selama maksimal 5 menit
– Ketika makan/minum, jangan menggantung masker didagu. Sebaiknya masker dilepas dan dimasukkan wadah yang bersih. Setelah makan segera pakai kembali.

Apa yang dilakukan ketika sampai rumah?

– Sebaiknya jaket, helm, sarung tangan dan sepatu tidak dibawa ke dalam rumah. Kecuali di dalam rumah terdapat wadah khusus untuk menyimpannya.
– Masker bedah langsung dibuang ke tempat sampah. Masker kain segera dicuci dengan deterjen.
– Motor sebisa mungkin di luar rumah. Namun jika harus dimasukkan ke dalam rumah harus dalam keadaan bersih, minimal tidak ada debu perjalanan yang menempel. Lebih aman lagi jika ditutupi dengan cover motor untuk mengurangi penularan Covid-19 kepada keluarga di rumah.
– Di depan rumah sebaiknya disediakan fasilitas cuci tangan + sabun (keran air, westafel, atau dispenser air), supaya ketika masuk rumah dalam keadaan bersih.
– Segera masuk ke kamar mandi untuk mengganti baju dan langsung membersihkan badan atau mandi sebelum bertemu dengan keluarga, terutama anggota keluarga yang rentan seperti ibu hamil, lansia, bayi/balita, atau ada keluarga yang memiliki penyakit kronis.

Itu saja sekilas protokol kesehatan yang bisa saya bagi, semoga berguna bagi kita semua. Pandemi covid-19 tidak bisa berhenti mengandalkan tenaga kesehatan dan pemerintah saja, tapi intinya adalah kepada kita sendiri. Apakah kita sudah patuh menjalankan protokol 3M : mencuci tangan, menjaga jarak dan memakai masker?

Covid-19 dan Teori Konspirasi: Analisis Ringkas Konten Video Aliansi Dokter Dunia

Jurnal Kesehatan AdeHeryana Vol.1 No.3 2021

Konten pada video yang dibuat dan disebarkan oleh kelompok Aliansi Doktor Dunia dengan durasi 9 menit 8 detik menyajikan informasi bahwa Covid-19 tidak berbahaya. Dalam riset akademis khususnya riset komunikasi, video tersebut masuk dalam payung atau bidang kajian “misinformation”. Kajian Covid-19 misinformation terdiri dari tiga bentuk yaitu keyakinan yang bersifat umum, keyakinan terhadap teori konspirasi, dan keyakinan dari agama [1].

Konten informasi dalam video oleh Aliansi Doktor Dunia dapat diidentifikasikan sebagai misinformasi yang muncul sebagai keyakinan terhadap teori konspirasi. Sudut pandang agama menyatakan teori konspirasi harus dihindari. Dalam pandangan Islam, teori konspirasi sepatutnya tidak digunakan sebagai sumber utama dalam membaca fenomena karena nalar saintifitiknya tidak berdasarkan bukti-bukti argumentative dan tidak dianggap sebagai bagian dari tradisi intelektual islam [2]. Sudut pandang kristiani menyatakan teori konspirasi merupakan pandangan yang bersifat pseudoscience yaitu pengetahuan tentang material yang ada di alam dan mengklaim dirinya sebagai sains, namun menggunakan proses pembuktian yang tidak ilmiah [3].

Konten video misinformasi Covid-19 bukan hanya dilakukan oleh Aliansi Doktor Dunia, namun sebuah studi menunjukkan sudah terjadi pada Juni 2020. Dalam analisis terhadap narasi Covid-19 sebagai konspirasi di channel Youtube periode 1-25 Juni 2020 diperoleh lima video dengan jumlah view dan comment tertinggi. Bingkai informasi yang diberikan para content creator pada 5 video tersebut berbeda-beda namun dalam satu konsep yang sama yaitu konspirasi Covid-19. Ahmad Dhani membingkai pandemi Covid merupakan sebuah langkah politik yang dilakukan oleh sekelompok orang. Bossman menarasikan Covid sebagai “Biological Walfare” yang diciptakan oleh China sebagai senjata dalam perang dagang melawan Amerika yang memiliki relevansi dengan pandangan para ilmuan. Robert Harianto mencoba untuk melawan narasi-narasi konpirasi Covid melalui data-data ilmiah dengan menghadirkan seorang Epidiomolog, walaupun dalam video yang disajikan terkesan mengharapkan atensi dari=netizen dengan penggunaan diksi-diksi yang tajam. Who Cares Id menyajikan Covid melalui social experiment dari anak-anak muda, tujuh dari sepuluh anak muda menganggap Covid ini sebagai sebuah konspirasi, namun narasi konspirasi dari ketujuh anak muda ini dilemahkan dengan kajian ilmiah. Grand Linch  menyajikan video yang menggambarkan bahwa pasien dengan status OTG (Orang Tanpa Gejala) dapat menular adalah suatu konspirasi, menurutnya OTG tidak dapat menular [4].

Keyakinan terhadap konspirasi yang berkaitan dengan Covid-19 pada dasarnya terdiri dari dua yaitu 1) keyakinan konsiprasi yang bersifat umum; dan 2) teori konspirasi yang berkaitan dengan pemerintahan yang berkuasa. Studi di Polandia menunjukkan kemampuan individu untuk mengendalikan diri berkaitan dengan dua jenis keyakinan tersebut. Kepedulian terhadap pengendalian kolektif berhubungan positif dengan keyakinan konspirasi secara umum, dan berhubungan negatif dengan teori konspirasi yang berkaitan dengan pemerintah. Kelompok yang meyakini konspirasi dilakukan oleh pemerintah yang berkuasa terindikasi kurang mematuhi protocol pencegahan Covid-19 [5]. 

Keyakinan bahwa Covid-19 merupakan hasil konspirasi menurut sebuah studi di US berhubungan dengan empat hal: 1) keyakinan terhadap penanganan pandemic; 2) kepatuhan untuk mencegah covid-19 seperti menggunakan masker; 3) keyakinan terhadap keamanan vaksin; dan 4) minat untuk melakukan vaksinasi covid-19. Studi ini juga menunjukkan keyakinan terhadap teori konspirasi tetap berlanjut hingga empat bulan kemudian yaitu dari Maret hingga Juli 2020. Untuk mengatasinya dapat dilakukan dengan melakukan counter informasi oleh jurnalis dan pengamat yang memiliki ideologi konservatif di media [6].

Studi terhadap responden yang sebagian besar berdomisili di US, Inggris dan kontinen Eropa menunjukkan keyakinan Covid-19 merupakan konspirasi berhubungan dengan keyakinan akan konspirasi yang bersifat umum, pendidikan rendah, dan sikap buruk terhadap pemerintahan yang berkuasa [7].

Misinformasi dapat mempengaruhi respon individu terhadap informasi. Masyarakat harus didorong untuk mengevaluasi kredibilitas informasi serta mempercayakan informasi tentang Covid-19 kepada lembaga yang dapat dipercaya seperti WHO, PBB, CDC [1]. Di Indonesia tentunya sumber terpercaya diperoleh dari Kemenkes dan Satgas Covid-19. Selain itu dapat dimaksimalkan peran psikiater untuk mengatasi keyakinan bahwa Covid-19 adalah hasil konspirasi [8].  

REFERENSI:

[1]     Z. Barua, S. Barua, S. Aktar, N. Kabir, and M. Li, “Effects of misinformation on COVID-19 individual responses and recommendations for resilience of disastrous consequences of misinformation,” Prog. Disaster Sci., vol. 8, p. 100119, 2020, doi: 10.1016/j.pdisas.2020.100119.

[2]     A. M. R. Maulana, “Pandemi dalam Worldview Islam: Dari Konsepsi ke Konspirasi,” Tribakti, vol. 31, no. 3, pp. 307–323, 2020.

[3]     E. Christina, “Pandemi Covid-19 adalah 666?,” J. Teol. Pentakoste, vol. 1, no. 2, pp. 1–23, 2020.

[4]     G. S. Wahyudi and A. Akalili, “Ragam Narasi ‘ Covid-19 sebagai Konspirasi ’ di Portal Media YouTube Pendahuluan,” J. Media Commun. Sci., vol. 3, pp. 26–37, 2020.

[5]     T. Oleksy, A. Wnuk, D. Maison, and A. Łyś, “Content matters. Different predictors and social consequences of general and government-related conspiracy theories on COVID-19,” Pers. Individ. Dif., vol. 168, no. May 2020, p. 110289, 2021, doi: 10.1016/j.paid.2020.110289.

[6]     D. Romer and K. H. Jamieson, “Conspiracy theories as barriers to controlling the spread of COVID-19 in the U.S.,” Soc. Sci. Med., vol. 263, p. 113356, 2020, doi: 10.1016/j.socscimed.2020.113356.

[7]     N. Georgiou, P. Delfabbro, and R. Balzan, “COVID-19-related conspiracy beliefs and their relationship with perceived stress and pre-existing conspiracy beliefs,” Pers. Individ. Dif., vol. 166, no. April, p. 110201, 2020, doi: 10.1016/j.paid.2020.110201.

[8]     G. Andrade, “The role of psychiatrists in addressing COVID-19 conspiracy theories,” Asian J. Psychiatr., vol. 53, p. 102404, 2020, doi: 10.1016/j.ajp.2020.102404.